Talas Beneng salah satu alternatif penyangga ketahanan pangan kedepan

PANGANDATA.COM, – Peningkatan emisi gas rumah kaca yang diakibatkan dari emisi karbon yang terus meningkat dari hasil proses pembakaran bahan bakar berbasis fosil atau pun batubara menjadi salah satu penyebab utama terjadinya perbahan iklim. Ketahanan pangan yang merupakan tantangan bagi sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang terpengaruh secara langsung dari dampak kejadian perubahan iklim saat ini, disamping terjadinya pandemi covid-19 yang melanda di seluruh dunia.
FAO melaporkan di tahun 2021 terjadi perburukan kerawanan pangan diberbagai negara. Lebih dari 190 juta orang mengalami kerawanan pangan akut, yang diakibatkan oleh antara lain konflik perang, krisis ekonomi, dan perubahan iklim yang ekstrim. Dalam rangka menghadapi krisis pangan global dan upaya mendorong ketahanan pangan nasional, pemerintah telah melakukan berbagai bauran strategi dan kebijakan, salah satunya pengembangan penganekaragaman pangan dan pengembangan potensi pangan lokal.
Pangan lokal di setiap daerah memiliki karakter dan jenis yang berbeda-beda seperti di daerah Banten. Potensi pangan lokal di Banten sangatlah tinggi dilihat dari keanekaragaman pangan lokal yang dihasilkan. Pangan lokal di Banten yang sedang digencarkan potensinya yaitu talas beneng. Talas beneng merupakan salah satu bio-diversitas lokal yang banyak tumbuh secara liar di sekitar kawasan Gunung Karang Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Talas beneng mempunyai ukuran yang besar dengan kadar protein dan karbohidrat tinggi serta warna kuning yang menarik sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi aneka produk pangan dalam upaya menunjang ketahanan pangan.

Tanaman talas beneng ini memiliki umbi yang bisa mencapai berat hingga 20 kg dalam kurun waktu 2 tahun penanaman. Umbi dengan nama latin Xantoshoma undipes k. Koch, ini mempunyai kandungan nutrisi, meliputi kandungan protein 2,01%, karbohidrat 18,30%, lemak 0,27%, pati 15,21% dan kalori sebesar 83,7 kkal. Dengan kandungan gizi yang cukup tinggi ini, maka komoditas ini memiliki potensi besar untuk dijadikan bahan pangan lokal subtitusi beras dan tepung terigu.

Seperti halnya komoditas talas lainnya, talas beneng juga memiliki kandungan asam oksalat yang cukup tinggi, Dalam aspek keamanan pangan, perlu dilakukan proses perlakuan untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan asam oksalat. Namun dari segi bisnis, oksalat ini jika dapat dipisahkan dari talas beneng, akan memiliki nilai jual dalam bentuk serbuk. Asam oksalat dapat dipasarkan untuk industry kimia, kosmetik dan farmasi.

Talas beneng merupakan komoditas pertanian yang bersifat perishable food (mudah mengalami kerusakan) sehingga memerlukan penanganan khusus, salah satu upaya untuk mengatasi kerusakan adalah mengolahnya menjadi tepung. Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan usaha pengolahan hasil pertanian yaitu sifat produk pertanian yang mudah rusak, sebagian produk pertanian bersifat musiman dan sangat dipengaruhi oleh iklim serta kualitas produk pertanian yang dihasilkan pada umumnya masih rendah sehingga akan ada kesulitan dalam persaingan pasar baik di dalam negeri maupun di pasar internasional.

Pada tanggal 22 September 2022 Tenaga Ahli Mentan telah melakukan kunjungan ke Banten dengan tujuan untuk melakukan brainstorming pengembangan hilirisasi produk pertanian khususnya talas beneng. Dengan difasilitasi oleh BPTP Banten, kunjungan kerja tersebut dikemas dengan konsep Gelar Temu Usaha “Optimalisasi Usahatani Talas Beneng”.

Temu Usaha dilaksanakan di Kp. Cinyurup Kelurahan Juhut Kec. Karang Tanjung Kab. Pandeglang yang merupakan lokasi sentra budidaya talas beneng. Pertemuan tersebut dihadiri oleh potensial investor, Dinas Pertanian Provinsi Banten, Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Banten, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab. Pandeglang, dan pengusaha lokal Talas Beneng dan petani.

Pertemuan dibuka oleh, Kepala BPTP Banten Dr. Ismatul Hidayah, SP, MP dengan menjelaskan sekilas tentang talas beneng. Talas beneng dapat berkembang karena potensinya yang besar. Semua bagian dari talas beneng dapat dimanfaatkan, tidak hanya terbatas pada umbi dan daun. Pengembangan talas beneng dilakukan bukan pada lahan produktif melainkan di lahan-lahan darat di bawah tegakan sehingga tidak bersaing dengan lahan untuk sawah.

Dinas Pertanian Provinsi Banten menyampaikan bahwa sejak 2020-2022, pihaknya telah mengalokasikan pengembangan Talas Beneng pada lahan seluas 250 ha dengan bantuan berupa saprodi dengan dana yang bersumber dari APBN Pusat. Dudi Supriyadi, SP selaku pelaku usaha sekaligus penyuluh pertanian di Kab. Pandeglang menyampaikan bahwa sejak tahun 2009, pihaknya telah memasok kebutuhan tepung untuk usaha bolu talas bogor dengan skala usaha rumah tangga, dan juga penyerap pasar usaha Ibu-ibu rumah tangga dengan produk berupa gaplek yang akan dijadikan tepung talas beneng.

Tercatat sampai saat ini, sudah 420 kelompok tani talas beneng dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Talas Beneng Indonesia (Astalbenindo). Kegiatan ekspor berbasis talas beneng saat ini dilakukan melalui pelabuhan atau karantina Surabaya, hal ini dikarenakan pengusaha eksportirnya berlokasi di Surabaya. Permintaan ekspor yang masih belum terpenuhi saat ini adalah produk pati talas beneng berjumlah 500 ton/bulan ke Negara Korea Selatan, dan juga tepung talas beneng ke Turki.

Ibu Hj. Rully, pengusaha lokal olahan talas beneng menyampaikan bahwa pihaknya saat ini dapat membuat 17 produk turunan dari talas beneng. Salah satu produknya adalah serat benang talas beneng, dan serat benang tersebut telah diminta oleh Korea dan direncanakan akan siap produknya di awal tahun 2023. Selain tepung, stik, keripik, dan brownies, talas beneng juga dapat diolah menjadi berbagai kreasi seni berupa hiasan dinding, tatakan gelas, nampan yang dapat dibuat dari pelepahnya. Selanjutnya, kulitnya dibuat tepung untuk pakan ternak. Ibu Hj. Rully menjelaskan bahwa saat ini Korea membutuhkan tepung tapioka, serat beneng, frozen food, dan kripik yang berbahan baku talas beneng.

Berbagai kendala yang dihadapi oleh petani maupun pengusaha lokal talas beneng antara lain adalah: standar produk yang belum seragam, skala usaha yang masih berupa industri rumah tangga, pengerjaan yang masih manual, skala dan kontinuitas bahan baku talas beneng yang masih terbatas, dimana hal ini merupakan akibat dari masih terbatasnya jumlah penangkar benih talas beneng. Tercatat baru ada 4 kelompok penangkar benih talas beneng yang bersertifikat.

Arahan dari Tenaga Ahli Menteri Pertanian bidang hilirisasi produk pertanian, menyampaikan bahwa sudah menjadi tugas pemerintah atau industri untuk membuat standar produk talas beneng sesuai keinginan pasar, dan talas beneng perlu dikembangkan karena sangat berpotensi sebagai sumber pangan. Pada saat ini semua negara akan mencari bahan pangan alternatif, mengingat krisis pangan global yang siap melanda negara-negara di dunia. Potensi talas beneng ini memiliki pasar yang sangat luas meskipun ketersediaannya belum maksimal. Untuk itu, perlu intervensi pemerintah, salah satunya adalah intervensi inovasi teknologi. Selain itu, dibutuhkan kerjasama dari semua pihak dari hulu hingga hilir, dan diperlukan lahan untuk pengembangan talas beneng ini, terutama dapat memanfaatkan lahan-lahan di bawah tegakan seperti lahan milik Perhutani.

Leave a Reply